Rabu, 21 September 2016

Busana Muslim yang benar Menurut Syariat Islam

       Perkembangan zaman yang semakin pesat telah menjadikan busana muslim dan muslimah trend dikalangan masyarakat dunia terutama di Indonesia. Berikut perkembangan busana muslim dari zaman dulu hingga zaman sekarang.



        Masa awal islam, pakaian-pakaian sederhana saja. Asal menutup aurat, dan dikerjakan sendiri di rumah-rumah, tidak diproduksi besar-besaran, sebagian ada yang diimport dari Romawi dan Byzantin (oleh pedagang rum), namun pada masa umayyah dan abasiyah pakaian mulai bercorak, ada yang bergambar kapak, burung, sayap burung yang dilukis diatas kain sutera, namun tidak diwajibkan warna tertentu, kecuali pada hari jumat, semua rakyat umayyah harus menggunakan pakaian putih baik untuk sholat jumat maupun untuk keluar rumah, tetapi jika arak-arakan maka pakaiannya berwarna-warni. 


        Pada masa abbasiyah, pakaian gaya Persia mulai banyak disukai ole golongan bangsawan, dan menjadi pakaian resmi pejabat Negara di istana khalifah. Abu Bakar Al Mansur pernah memerintahkan pegawai istana untuk memakai sejenis songkok panjang yang kuncup.

       Pakaian golongan bangsawan dan golongan biasa juga berbeda, golongan bangsawan pakaiannya terdiri dari seluar besar, baju dalam, baju luar yang belah tengah didada, kain penutup badan, jubbah dalam, pakaian sebelah luar dan songkok. 
       Sementara golongan biasa mengenakan sarung, baju dalam, baju luar yang berbelah dada ditengah, sejenis kain panjang penutup badan dan tali pinggang, keduanya juga memakai sandal atau sepatu. Orang-orang kaya biasanya menggunakan stoking, para khilafah dan kadi (hakim) mengenakan sorban hitam yang dililitkan ke sekitar songkok.
       Al Mansur juga menetapkan warna hitam sebagai pakaian untuk majelis umum untuk pegawai dan pejabat tinggi di pemerintahan. Warna pakaian untuk ulama juga telah dikhususkan warna hitam, dipakai sekurang-kurangnya 2x seminggu.
.     Pada Masa Abbassiyah, wanita muslim mulai menghiasi kerudungnya dengan emas dan permata. Mereka juga memakai gelang emas dan gelang kaki, serta berdandan ala wanita Persia.

Berbeda dengan saat ini, busana muslim dan muslimah mulai semakin sederhana dalam pemakaiannya.
 
 

Kesalahan Wanita dalam Berbusana
       Namun, semakin berkembangnya busana muslim dan muslimah, banyak yang menyalahi syariat agama terutama busana muslimah. Semakin banyak cara memakai pakaian yang modis, tetapi membentuk lekuk tubuh banyak ditemukan di gaya berbusana muslimah saat ini. Seperti :
  
Menurut agama Islam, wanita perlu memperhatikan beberapa hal dalam berpakaian, seperti:
 Hasil gambar untuk kesalahan wanita dalam berpakaian

        Q.S al-A’raf ayat 26:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kalian pakaian untuk menutup aurat kalian dan perhiasan bagi kalian. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka ingat.”


Q.S An-Nur/24:31

 

 وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٣١﴾

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. 

         Fungsi utama pakaian adalah untuk menutupi aurat, yaitu bagian tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain kecuali yang dihalalkan dalam agama. Dan dianjurkan untuk berpakaian terbaik yang dimilikinya dengan tidak berlebihan.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ « لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ »

"Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu anhu bahwa Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian.” (HR. Muslim)

KAIDAH UMUM PAKAIAN MUSLIM DAN MUSLIMAH

Standar berpakaian itu ialah takwa yaitu pemenuhan ketentuan-ketentuan agama. Berbusana muslim dan muslimah merupakan pengamalan akhlak terhadap diri sendiri, menghargai dan menghormati harkat dan martabat dirinya sendiri sebagai makhluk yang mulia. Berikut adalah kaidah umum tentang cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam yang mulia:
1.      Pakaian harus menutup aurat, longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada dibaliknya.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutup aurat.”
2.     Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
"Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. al-Bukhari)
3.      Pakaian tidak merupakan pakaian syuhroh (untuk ketenaran).
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab sunannya:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
"Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu ia berkata bahwa Rasulallah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda, "Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasa’I dan Ibnu Majah)
Ibn al-Atsir rahimahullah menerangkan, pakaian syuhroh (ketenaran) adalah pakaian yang menjadi terkenal di masyarakat karena warnanya berbeda dengan warna pakaian mereka, sehingga pandangan manusia tertuju kepadanya dan dia bergaya dengan kebanggan dan kesombongan.
Dalam tahqiq sunan Ibnu Majah, Muhammad Fu’ad Abdul Baaqi menjelaskan:
( ثوب شهرة ) أي ثوب يقصد به الاشتهار بين الناس. سواء كان الثوب نفيسا يلبسه تفاخرا بالدنيا وزينتها أو خسيسا يلبسه إظهارا للزهد والرياء. ( ثوب مذلة ) من إضافة السبب إلى المسبب. أو بيانية تشبيها للمذلة بالثوب في الاشتمال
"(Pakaian ketenaran) yaitu pakaian yang dimaksudkan untuk tenar di mata manusia, baik pakaian itu adalah pakaian mahal yang dikenakannya karena kebanggaan terhadap dunia serta perhiasannya atau pakaian rendah yang mengenakannya untuk menampakan zuhud dan riya. (Pakaian kehinaan) yaitu penisbatan sebab dengan yang menjadikan sebab atau penjelasan akan kehinaan dalam pakaian dengan mengenakannya."
As-Sarkhasi rohimahulloh mengatakan, “Maksud hadis, seseorang tidak boleh memakai pakaian yang sangat bagus dan indah, sampai mengundang perhatian banyak orang. Atau memakai pakaian yang sangat jelek –lusuh-, sampai mengundang perhatian banyak orang. Yang pertama, sebabnya karena berlebihan sementara yang kedua karena menunjukkan sikap terlalu pelit. Yang terbaik adalah pertengahan.” (al-Mabsuth, 30:268)
4.       Tidak menyerupai pakaian khas orang-orang non muslim.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا »
"Dari Abdullah bin Amr berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam meihatku mengenakan dua kain berwarna merah (karena dicelup dengan tanaman usfur) lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda,’Sesungguhnya itu adalah pakaian orang-orang kafir maka janganlah engkau kenakan.” (HR. Muslim)
5.       Jangan memakai pakaian bergambar makhluk yang bernyawa.
 Imam Muslim meriwayatkan:
عَنْ أَبِى طَلْحَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ « لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ صُورَةٌ ».
Dari Abu Thalhah, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing dan gambar." (HR. Muslim)
Aisyah radhiallahu anha berkata, “Rasulallah shallallahu alaihi wasallam datang dari bepergian, sedangkan aku telah menutupi sebuah rak-ku dengan tirai yang ada gambar-gambarnya. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melihatnya, beliau menariknya dan bersabda. "Manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menandingi dengan ciptaan Allah". Aisyah mengatakan: "Lalu kami jadikan tirai itu sebuah bantal atau dua buah bantal". (HR. Bukhari)
Kaidah dan syarat-syarat pakaian muslim di atas juga berlaku bagi pakaian muslimah. Hanya saja, ada syarat khusus yang harus dipenuhi khusus bagi muslimah, diantaranya adalah:
  • Menutup seluruh tubuh wanita termasuk wajah dan kedua telapak tangan menurut pendapat yang tepat akan wajibnya cadar
  • Berbahan lebar dan tidak sempit karena bahan yang sempit dapat membentuk tubuh wanita dan ini bertentangan dengan tujuan dari hijab dan tujuan ini tidaklah bisa direalisasikan kecuali dengan baju yang berbahan leba
  • Berbahan tebal dan tidak tipis yang dapat menjadikan apa yang ada dibalik pakaian itu terlihat (transparan)
  • Tidak terdapat berbagai hiasan di pakaian tersebut. Dilarang bagi seorang wanita untuk mengenakan pakaian bermotif atau terdapat hiasan-hiasan karena termasuk tabaruj.

Adapun seorang wanita yang mengenakan celana panjang longgar dan tidak transparan, maka apabila dia juga mengenakan pakaian panjang yang juga longgar dan tidak transparan hingga menutupi bagian tubuhnya dari atas hingga bawah atau lututnya sehingga tetap menutupi aurat seluruh tubuhnya kecuali kedua telapak tangan dan wajahnya maka tidaklah dilarang.
HUKUM WARNA-WARNA PAKAIAN
Hukum asal akan warna pakaian itu boleh-boleh saja selama tidak ada dalil yang mengharamkannya baik secara umum maunpun secara khusus. Namun, memang ada warna yang dilarang, di antaranya merah polos.
Dan dibolehkan bagi seorang muslim laki-laki menggunakan pakaian berwarna merah asalkan tidak polos (tidak seluruhnya berwarna merah). Namun jika pakaian tersebut seluruhnya merah, maka inilah yang terlarang. Inilah pendapat yang lebih hati-hati dan lebih selamat dari khilaf (perselisihan) ulama.
Berkaitan dengan larangan pakaian merah polos dan boleh jika tidak polos, maka berikut dalil yang menerangkan tentangnya.
عَنِ ابْنِ عَازِبٍ قَالَ: نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَيَاثِرِ الْحُمْرِ وَالْقَسِّيِّ.
Dari Al Baro’ bin ‘Azib radhiallahu anhu, ia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang kami mengenakan ranjang (yang lembut) yang berwarna merah dan qasiy (pakaian yang bercorak sutera).” (HR. Bukhori)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, ia berkata:
نُهِيتُ عَنْ الثَّوْبِ الْأَحْمَرِ وَخَاتَمِ الذَّهَبِ وَأَنْ أَقْرَأَ وَأَنَا رَاكِعٌ
Aku dilarang untuk memakai kain yang berwarna merah, memakai cincin emas dan membaca Al-Qur'an saat rukuk.(HR. An-Nasai)
Al-Barro ibn‘Azib radhiallahu anhu ia berkata:
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - مَرْبُوعًا ، وَقَدْ رَأَيْتُهُ فِى حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), saya melihat beliau mengenakan pakaian (hullah) merah, dan saya tidak pernah melihat orang yang lebih bagus dari beliau(HR. al-Bukhari)
Imam Ibn al-Qoyyim rahimahullah berkata, “Yang dimaksud “hullah” berwarna merah adalah burdah (pakaian bergaris) dari Yaman dan burdah di sini bukanlah pakaian yang dicelup sehingga berwarna merah polos (merah keseluruhan).” (Fathul Bari, 16/415.)
عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَخْبَرَهُ قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا ».
Dari Abdullah ibn Amu bin al-Ash, dia berkata; Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat aku memakai dua potong pakaian yang dicelup ‘ushfur, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.(HR. Muslim)
عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ التَّخَتُّمِ بِالذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ الْقَسِّىِّ وَعَنِ الْقِرَاءَةِ فِى الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَعَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ.
Ali ibn Abi Thalib berkata, "Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam telah melarang berpakaian yang dibordir (disulam) dengan sutera, memakai pakaian yang dicelup ‘ushfur, memakai cincin emas, dan membaca Al Qur'an saat ruku’." (HR. Muslim)
Ushfur adalah sejenis tumbuhan dan dominan menghasilkan warna merah.  Adapun hukum memakai pakaian warna merah, terlarang jika pakaiannya adalah merah polos. Sedangkan pakaian merah bercorak atau bergaris, maka tidaklah masalah mengenakannya. Sedangkan pakaian warna kuning tidaklah masalah.
Dibolehkan bagi wanita muslimah memakai pakaian berwarna terang yang tidak mencolok selama tidak menimbulkan fitnah. Namun sepantasnya meninggalkan pakaian berwarna terang yang menarik perhatian atau berwarna-warni yang menarik hati laki-laki. Karena tujuan perintah berjilbab adalah untuk menutupi perhiasan. Adapun jilbab atau pakaian yang dihiasi dengan renda, bros, aksesoris, warna-warni yang menarik pandangan orang, maka ini tidak dibolehkan dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah para wanita Mukminat itu menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa terlihat darinya.” (Qs an-Nur: 31)
Ummu Salamah radhiallahu anha berkata, Ketika turun firman Allah “Hendaklah mereka (wanita-wanita beriman)  mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (Qs al-Ahzab:59). "Wanita-wanita Anshar keluar seolah-olah pada kepala mereka terdapat burung-burung gagak karena (warna hitam-red) kain-kain (mereka).” (HR. Abu Dawud)
Ummu Salamah menyamakan kain khimar yang ada di atas kepala-kepala para wanita yang dijadikan jilbab dengan burung-burung gagak dari sisi warna hitamnya.
Oleh karena itulah jika keluar rumah, hendaklah wanita memakai pakaian yang berwarna gelap, tidak menyala dan berwarna-warni agar tidak menarik pandangan orang. Namun tidak harus memakai pakaian berwarna hitam, terutama jika berada di daerah yang masyarakatnya memandang warna hitam itu menyeramkan.

Kisah Inspiratif Inneke Koesherawati


Inneke lahir di Jakarta, 13 Desember 1975 sebagai anak kelima dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya berasal dariPurworejo, Jawa Tengah. Dalam darah Inneke mengalir keturunan Belanda dari pihak ayahnya.
Inne, demikian panggilan akrabnya, mengawali kariernya dengan mengikuti berbagai lomba di Jakarta. Kesuksesannya bermula saat dirinya mengikuti ajang GADIS Sampul 1990 dan berhasil meraih predikat Juara Berbakat.
Inne pun akhirnya memasuki sekolah model milik peragawati senior, Okky Asokawati, OQ Mo-delling.
Sejak diajak temannya untuk menjadi figuran dalam film "Lupus 4", Inne pun beralih haluan ingin menekuni dunia seni peran sepenuhnya dan menjalani tak kurang dari 20 film.
Namanya pun makin meroket. Namun di akhir 1990-an, ketika popularitas terang benderang, Inne memutuskan untuk berubah. Ia mulai menjauh dari jenis-jenis film berkonotasi negatif sebelumnya dan lebih memilih bermain di sinetron. Padahal waktu itu film-film tentang pergaulan anak muda masih ramai diputar di bioskop.
"Saya sudah capek dengan film seperti itu, saya ingin peran yang lebih serius." ujarnya ketika itu.
Awalnya banyak yang mencibir alasan yang dilontarkan Inneke. Sebab, sudah menjadi rahasia umum jika artis yang bermain di film-film yang laris mendapatkan bayaran yang lebih besar ketimbang film atau sinetron yang "serius".
Namun Inne menjawab dengan kesungguhan. Lewat sinetron "Tirai Sutra" (1996) dan "Tirai Kasih Yang Terkoyak" (1997) bakat Inne di dunia akting makin terlihat.
Memutuskan Berjilbab
Kematangan di dunia peran rupanya makin menambah kematanagn Inne di sisi rohani.Itu terlihat pada tahun 2001, ketika Inne mulai berjilbab.
Tidak sedikit yang terkejut, adapula yang mencibir, tapi ada pula yang kagum." Mama yang membuat saya memutuskan untuk memakai jilbab. Dia tidak meminta saya untuk begini tapi saya yang memutuskan. saya ingin berubah." papar Inne.
Inneke merasa hidupnya semakin tenang sejak memakai jilbab. "Setelah berhijab saya temukan ketenangan yang luar biasa," kata Inneke.
Tak disangka sebelumnya. Inneke menceritakan, sebelum mengenakan kerudung tertutup, dia benci melihat perempuan muslim yang berjilbab. "Kayaknya kok numpuk-numpuk, dan saya merasa nggak betah berjilbab," ujarnya.
Dugaan Inneke sebelumnya meleset. "Pas dicoba ternyata nyaman, dan membuat hati ini menjadi tenang," cerita Inneke. Inneke tak merasa gerah atau ketidaknyamanan lain setiap memakai kerudung. "Pokoknya tidak seperti yang dibayangkan," tuturnya.
Setelah memutuskan berjilbab pada tahun 2001, aktingnya pun berganti di area religius. Seperti "Padamu Aku Bersimpuh" (2001), Mutiara Hati (2005), dan Jalan Takwa (2005).
Walau telah berjilbab, Inne tetap laris, bahkan dirinya menyabet penghargaan sebagai Pembawa Acara Terpuji versi Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2005. Inne pernah menjadi presenter acara ramadhan di beberapa stasiun televisi.
Inne sebetulnya pernah mendirikan perusahaan film, PT. Gamal Golden Entertainment. Inne menjadi Direktur Utama. Perusahaannya pernah melahirkan dua buah film berjudul "Bias-Bias Obsesi" dan "Bila Esok Tiba".
Inne juga merambah dunia musik tanah air dengan menjadi produser grup band Uno. Tahun 2007 Inne juga menjadi ikon saluran televisi berlangganan dengan nuansa Islami, Astro Oasis.
Tidak semua orang mau dan berani untuk berubah, demi kebaikan sekalipun. Sebab dengan berubah banyak harus kita hadapi termasuk hal yang tidak menyenangkan, kehilangan karier, populartas dan sebagainya.
Inneke tahu resiko itu, namun ia tetap menjalani perubahan itu. Subhanallah.



Pendapat Saya (Penulis)
Menurut saya, memakai busana muslim merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat beragama Islam. Tentunya dengan memakai busana muslim sesuai dengan ketentuannya.   
Namun banyak orang di zaman sekarang yang memakai busana muslim dengan cara yang salah. Terutama bagi muslimah. Dengan alasan mengikuti zaman yang semakin berkembang. Menjadikan busana muslimah saat ini semakin tidak pada aturan yang ada. 

Salah satu aturannya yaitu dengan menutupkan jilbab mereka, agar dada mereka tertutupi. Tetapi malah, muslimah saat ini hanya mementingkan "fashion". Banyak dari mereka yang memakai jilbab diatas dada, bahkan ada yang sampai leher saja. 

Di dalam Islam, cara memakai pakaian muslimah yang benar adalah dengan memakai bawahan berupa rok panjang menutupi mata kaki, karena rok tidak membentuk lekuk tubuh. Namun, saat ini banyak sekali yang meamaki baju muslimah dipadukan dengan celana.

Banyak aturan dalam berbusana muslim saat ini yang tidak dilaksanakan. oleh karena itu, marilah kita dalam memakai busana muslimah haruslah mengikuti aturan yang ada. Amin...
Isbal dan Hukumnya

  

Kata isbal menurut bahasa berarti menurunkan, melabuhkan. Dalam istilah Agama dipakai dengan pengertian melabuhkan pakaian diatas mata kaki.

رَآنِيْ النَّبِيُّ ص اَسْبَلْتُ اِزَارِيْ فَقَالَ: يَاابْنَ عُمَرَ كُلُّ شَيْئٍ يَمَسُّ الأَرْضَ مِنَ الثِّيَابِ فِيْ النَّارِ (الطبراني)
"Nabi saw pernah melihat saya melabuhkan kain, dan beliau bersabda : Hai Ibnu Umar: Tiap-tiap sesuatu (kain) yang menyentuh tanah maka (tempatnya) di neraka." (HR Thabrani – Fathul Baari 10:257)
Melabuhkan kain sampai ke tanah bukan termasuk perbuatan yang dilarang kalau tidak disertai kesombongan. Kesimpulan ini dibuktikan dengan perbuatan Rasulullah saw sebagaimana riwayat:
عَنْ اَبِيْ بَكَرَةَ قَالَ: اِنْكَشَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص، فَقَامَ رَسُوْلِ اللهِ ص يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى دَخَلَ المَسْجِدَ ..... ( البخاري)
"Dari Abi Bakarah ia mengatakan: Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw, maka beliau keluar sambil mengangkat (ke atas) kain/pakaiannya hingga sampai di masjid." (HR Bukhari)
Berdasar riwayat ini Ibnu Hajar dalam Fathul Baari III:179 menjelaskan bahwa melabuhkankain bukan merupakan hal yang dibenci kecuali apabila dilakukan dengan niat sombong.
Hal serupa pernah juga dilakukan oleh Abu Bakar seperti diterangkan pada riwayat:


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلآءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ اِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ. قَالَ اَبُوْ بَكْرِ : اِنَّ اَحَدَ شَقَّي اِزَارِيْ يَسْتَرْخِي اِلاَّ اَنْ اَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ. فَقَالَ:  اِنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ خُيَلآءَ (رواه الجماعة)
"Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa melabuhkan kainnya karena sombong, niscaya Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat. Abu Bakar berkata : Sesungguhnya salah satu sisi pakaianku selalu kedodoran kecuali apabula aku memperhatikannya. Maka sabdanya: Sesungguhnya engkau tidak termasuk yang melakukan itu karena sombong." (HR Jama`ah)
Dari dua riwayat di atas jelaslah bahwa illat (sebab) pengharaman isbal itu adalah khuyala` yaitu kesombongan.



Kesimpulannya, isbal karena sombong hukumnya haram. Jika bukan karena sombong, hukumnya tidak haram, tapi makruh. Inilah hukum syara’ tentang isbal yang kami rajihkan. Wallahu a’lam. (Ustadz Siddiq Aljawi).


DALIL-DALIL LARANGAN ISBAL

Berikut dalil-dalil yang menjelaskan larangan isbal. Semoga menjadi hidayah bagi orang-orang yang mencari kebenaran.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّار
Dari Abu Huroiroh radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesuatu yang berada di bawah mata kaki dari pakaian (sarung) adalah di dalam Neraka” (HR. al-Bukhori)

Hadits ini menunjukkan larangan isbal. Maka tidak diperkenankan celana, sarung pakaian atau sejenisnya terlalu panjang hingga menutup mata kaki. Nash ini menunjukan larangan secara umu, baik pelakunya sombong ataupun tidak. Adapun jika pelakunya melakukan isbal karena sombong maka larangannya lebih berat lagi dan termasuk dosa besar.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَيَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Allah tidak akan melihat (pada hari kiamat) orang yang melabuhkan pakaiannya karena sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ » قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَ مِرَارٍ. قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ ».
Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata, “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulallah?” Rasulallah menjawab: “Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa'i, dan ad-Darimi 2608)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلاَء.
 Dari Abdulloh bin Umar radhallahu anhuma, dari Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat nanti.” Abu Bakar berkata: Wahai Rasulallah, sesungguhnya aku salah seorang yang celaka, kainku turun, sehingga aku selalu memeganginya.” Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kamu bukan termasuk orang yang melakukannya karena kesombongan.” (HR. al-Bukhori)


Mempertahankan Kejujuran sebagai Cermin Kepribadian
 Hasil gambar untuk kejujuran
Pengertian Jujur
     Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan "as-sidqu" atau "siddiq" yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab "al-kazibu". Secara istilah, jujur atau as-sidqu bermakna :
  1. Kesesuaian antara ucapan dan perbuatan,
  2. Kesesuaian antara informasi dan kenyataan'
  3. Ketegasan dan kemantapan hati, dan
  4. Sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.
Pembagian Sifat Jujur
Imam Al-Ghazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut :
  • Jujur dalam niat berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.
  • Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan.
  • Jujur dalam perbuatan (amal), yaitu beramal dengan sungguh-sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.
Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman :

يـاَيـُّهَا الَّذِيـْنَ امَنُوا اتَّـقُوا اللهَ وَ قُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيـْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَ يَغْفِرْلَكُمْ ذُنـُوْبَكُمْ، وَ مَنْ يُّـطِعِ اللهَ وَ رَسُوْلَه فَـقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. الاحزاب:70-71
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar." [Al-Ahzab : 70 – 71]
Orang yang beriman, perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya. Allah Swt. berfirman :

يـاَيـُّهَا الَّذَيـْنَ امَنُوْا لِمَ تَـقُوْلُـوْنَ مَا لاَ تَـفْعَلُـوْنَ. كَـبُرَ مَقْتـًا عِنْدَ اللهِ اَنْ تَـقُوْلُـوْا مَا لاَ تَـفْعَلُـوْنَ. الصف:2-3

"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." [Ash-Shaff : 2 – 3]

     Pesan moral ayat diatas, tidak lain memerintahkan satunya perkataan dengan perbuatan. Perilaku jujur dapat menghantarkan pelakunya menuju kesuksesan dunia dan akhirat. 
     Sifat jujur adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap nabi dan rasul. Artinya, orang-orang yang selalu istiqamah/konsisten telah memiliki separuh dari sifat kenabian.
     Jujur adalah sifat yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta maupun tanggung jawab.
     Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin, yaitu orang yang terpercaya, jujur, dan setia.
     Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam segala apek kehidupan. Seperti, dalam kehidupan berumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan hidup bermasyarakat.

Ayat-Ayat Al-Qur'an dan Hadits tentang Perintah Berlaku Jujur
  • Q.S. al-Maidah/5:8
  
 Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai orang-orang yang selalu menegakkan keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”  (QS. Al-Maidah (5): 8)
Kandungan Q.S. al-Maidah/5:8
     Ayat ini memerintahkan kepada orang mukmin agar melaksanakan amal dan pekerjaan dengan cermat jujur dan ikhlas karena Allah Swt., baik pekerjaan yang berkaitan dengan urusan agama maupun duniawi. Dengan demikian, mereka bisa sukses dan memperoleh hasil yang mereka harapkan.
     Dalam persaksian, mereka harus adil menerangkan apa yang sebenarnya, tanpa memandang siapa orangnya. 
     Terkait dengan menjadi saksi dengan adil, ditegaskan dari Nu'man bin Basyir, "Ayahku pernah memberiku suatu hadiah. Lalu, Ibuku, 'Amrah binti Rawanah, berkata, 'Aku tidak rela sehingga engkau memepersaksikan hadiah itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian, ayahku mendatangi beliau dan meminta beliau menjadi saksi atas hadiah itu. Maka Rasulullah SAW. pun bersabda :

Q.S. at-Taubah/9:119
  “Apakah setiap anakmu engkau beri hadiah seperti itu juga? ‘Tidak’, jawabnya. Maka beliau pun bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah Swt., dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian!’ lebih lanjut beliau bersabda, ‘Sesungguhnya, aku tidak mau bersaksi atas suatu ketidakadilan.’ Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberian tersebut.”
  • Q.S. at-Taubah/9:119  
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
 "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. at-Taubah/9:119)
Kandungan Q.S. at-Taubah/9:199
     Dalam ayat ini, Allah SWT.  menunjukkan seruan-Nya dan memberikan bimbingan kepada orang0orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya. Agar mereka tetap dalam ketakwaan serta mengharapkan rida-Nya, dengan cara menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukan-Nya, dan hendaklah senantiasa bersama orang-orang yang benar dan jujur. Dan jangan bergabung dengan kamu munafik. 

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda :
Hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra.

  “Hendaklah kamu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan sesantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai pendusta.” (H.R. Muslim)

Kandungan Hadits
     Dalam hadits panjang dari Syihab, diceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW. akan melakukan gazwah (penyerangan) ke Tabuk untuk menyerang tentara Romawi dan orang-orang Kristem di Syam, salah seorang sahabat yang bernama Ka'ab bin Malikmangkir dari pasukan perang, Ka'ab menceritakan bahwa mangkirnya ia dari peperangan tersebut bukan karena sakit ataupun ada suatu masalah tertentu, bahkan menurutnya, hari itu justru ia sedang dalam komdisi prima dan lebih prima dari hari-hari sebelumnya. Tetapi entah mengapa ia merasa enggan untuk bergabung bersama pasukan Rasulullah saw. sampai akhirnya ia ditinggalkan oleh pasukan Rasulullah saw.

Sekembalinya pasukan Rasulullah saw. ke Madinah, ia pun bergegas menemui Rasulullah saw. dan berkata jujur tentang apa yang ia lakukan. Akibatnya, Rasul menjadi murka, begitu pula sahabat-sahabat lainnya. Ia pun dikucilkan bahkan diperlakukan seperti bukan orang Islam, sampai-sampai Rasulullah saw. memerintahkannya untuk berpisah dengan istrinya. Setelah lima puluh hari berselang, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw. yang menjelaskan bahwa Allah Swt. telah menerima taubat Ka’ab dan dua orang lainnya. Allah Swt. benar-benar telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Anśar yang mengikutinya dalam saat-saat sulit setelah hampir-hampir saja hati sebagian mereka bermasalah. Kemudian, Allah Swt. menerima taubat mereka dan taubat tiga orang yang mangkir dari jihad sampai-sampai mereka merasa sumpek dan menderita. Sesungguhnya Allah Swt. Maha Pengasih dan Penyayang.

Ketika ia diberi kabar gembira bahwa Allah Swt. telah menerima taubatnya, dan Rasulullah saw. telah memaafkannya, Ka’ab berkata, “Demi Allah Swt. tidak ada nikmat terbesar dari Allah Swt. setelah nikmat hidayah Islam selain kejujuranku kepada Rasulullah saw. dan ketidakbohonganku kepada beliau sehingga saya tidak binasa seperti orang-orang yang berdusta, sesungguhnya Allah Swt. berkata tentang mereka yang berdusta dengan seburuk-buruk perkataan."
  •  Q.S. al-Israa'/17:53
وَ قُلْ لِّـعِبَادِيْ يَـقُوْلُـوا الَّـتِيْ هِيَ اَحْسَنُ، اِنَّ الشَّيْطنَ يَنْزَغُ بَـيْنَـهُمْ، اِنَّ الشَّيْطنَ كَانَ لِلإِنــْسَانِ عَدُوًّا مُّبِـيْنًا. الاسراء:53
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku : “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan (suka) menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. [Al-Israa’ : 53]

Kisah Inspiratif Tentang Kejujuran
 Hasil gambar untuk ibnu mas'ud
     Salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang juga sangat terkenal namanya. Ia adalah Abdulullah bin Mas’ud atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Mas’ud. Seorang anak miskin yang tinggal di dekat rumah Rasulullah saat itu.
   Ibnu Mas’ud adalah seorang anak kecil berjiwa kuat dan jujur. Ia dikenal sebagai seorang penggembala kambing yang cekatan oleh tetangga-tetangganya. Ratusan kambing ia tangani dan tidak satu pun luput dari pengawasannya. Ia pula yang mengatur makan dan minum gembalaannya tersebut dengan sangat telaten. Setiap hari ia selalu merawat kambing yang bukan miliknya itu dengan penuh kasih sayang.

    Pada suatu ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar r.a. lewat di sebuah padang yang luas tempat Ibnu Mas’ud menggembala kambingnya. Mereka melihat kambing-kambing gembalaan Ibnu Mas’ud yang gemuk dan sehat. Merasa dahaga dan lelah terbersitlah dalam pikiran mereka berdua untuk meminum susu kambing gembalaan tersebut.

   Kemudian mereka berdua menghampiri Ibnu Mas’ud yang terlihat sibuk mengatur kambing-kambingnya. Ketika ditanya adakah kambing yang dapat diperas susunya, Ibnu Mas’ud mengiyakan. Namun sayangnya, Ibnu Mas’ud tidak bisa memberikan susu kambing gembalaannya itu kepada mereka. Anak itu berkata, “Susu itu ada, tetapi sayang mereka bukan milikku. Kambing-kambing ini hanyalah amanah dari orang lain yang dititipkan kepadaku.”

    Karena pada saat itu, Ibnu Mas’ud hanyalah seorang penggembala yang mengurus kambing-kambing milik Uqbah bin Abi Mu’ith, seorang musyrik yang bertetangga dengan Rasulullah SAW.

    Rasulullah SAW pun sangat bahagia dengan jawaban anak penggembala tersebut. Padahal, saat itu Ibnu Mas’ud belum memeluk Islam. Beliau salut bahwa keteguhan prinsip pada dirinya dapat mencegahnya dari perbuatan khianat atas kepercayaan yang diamanahkan kepadanya. Ini adalah bukti kebersihan hati yang akan memudahkan menerima kebenaran Islam. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. berusaha menjaga prinsip mulia anak tersebut dan menunjukkan kekuasaan Allah SWT. kepadanya agar tergerak mengikuti ajaran Islam.

   Selanjutnya, Rasulullah SAW. mengambil anak kambing betina yang belum dapat mengeluarkan susu. Kemudian Rasulullah SAW. mengucapkan basmallah sambil mengusap puting susu kambing tersebut. Mukjizat pun terjadi, air susu memancar dari kambing kecil betina tersebut. Subhanallah.

    Ibnu Mas’ud terperangah ketika menyaksikan keajaiban luar biasa di depan matanya itu. Kemudian ia memohon kepada Rasulullah SAW agar mengajarkan kepadanya beberapa ayat Al Quran. Dengan senang hati, Rasulullah SAW. mengajarkan beberapa ayat Al Quran kepadanya.

   Betapa beruntungnya Ibnu Mas’ud. Ia bisa mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah SAW berkat kejujurannya dalam mengemban amanah

     Seperti yang kita tahu saat ini, Ibnu Mas’ud menjadi orang yang keenam yang masuk Islam di awal permulaan syiar Rasulullah SAW. Ia selalu belajar kepada Rasulullah SAW di Darul Arqam tempat kaum muslimin bertemu secara diam-diam agar aman dari kedzaliman kaum musyrikin Quraisy.

Subhanallah. Begitulah kisah keteladanan yang Ibnu Mas’ud berikan. Ia selalu jujur dalam mengemban amanahnya. Karena sifatnya yang jujur, akhirnya Ibnu Mas’ud menjadi sahabat yang dicintai Rasulullah SAW. Tentu kita juga mau kan seperti Ibnu Mas’ud yang dicintai oleh kekasih Allah? Makanya, bagi yang belum suka melakukan kejujuran, yuk kita mulai dari sekarang. Belum terlambat kok untuk menjadi manusia baik yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.