Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan "as-sidqu" atau "siddiq" yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab "al-kazibu". Secara istilah, jujur atau as-sidqu bermakna :
- Kesesuaian antara ucapan dan perbuatan,
- Kesesuaian antara informasi dan kenyataan'
- Ketegasan dan kemantapan hati, dan
- Sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.
Imam Al-Ghazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut :
- Jujur dalam niat berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.
- Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan.
- Jujur dalam perbuatan (amal), yaitu beramal dengan sungguh-sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.
يـاَيـُّهَا الَّذِيـْنَ امَنُوا اتَّـقُوا اللهَ وَ
قُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيـْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَ
يَغْفِرْلَكُمْ ذُنـُوْبَكُمْ، وَ مَنْ يُّـطِعِ اللهَ وَ رَسُوْلَه
فَـقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. الاحزاب:70-71
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar." [Al-Ahzab : 70 – 71]
Orang yang beriman, perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya. Allah Swt. berfirman :
يـاَيـُّهَا الَّذَيـْنَ امَنُوْا لِمَ تَـقُوْلُـوْنَ مَا
لاَ تَـفْعَلُـوْنَ. كَـبُرَ مَقْتـًا عِنْدَ اللهِ اَنْ تَـقُوْلُـوْا مَا
لاَ تَـفْعَلُـوْنَ. الصف:2-3
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." [Ash-Shaff : 2 – 3]
Pesan moral ayat diatas, tidak lain memerintahkan satunya perkataan dengan perbuatan. Perilaku jujur dapat menghantarkan pelakunya menuju kesuksesan dunia dan akhirat.
Sifat jujur adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap nabi dan rasul. Artinya, orang-orang yang selalu istiqamah/konsisten telah memiliki separuh dari sifat kenabian.
Jujur adalah sifat yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta maupun tanggung jawab.
Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin, yaitu orang yang terpercaya, jujur, dan setia.
Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam segala apek kehidupan. Seperti, dalam kehidupan berumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan hidup bermasyarakat.
Ayat-Ayat Al-Qur'an dan Hadits tentang Perintah Berlaku Jujur
- Q.S. al-Maidah/5:8
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai orang-orang yang selalu menegakkan keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah (5): 8)
Kandungan Q.S. al-Maidah/5:8
Ayat ini memerintahkan kepada orang mukmin agar melaksanakan amal dan pekerjaan dengan cermat jujur dan ikhlas karena Allah Swt., baik pekerjaan yang berkaitan dengan urusan agama maupun duniawi. Dengan demikian, mereka bisa sukses dan memperoleh hasil yang mereka harapkan.
Dalam persaksian, mereka harus adil menerangkan apa yang sebenarnya, tanpa memandang siapa orangnya.
Terkait dengan menjadi saksi dengan adil, ditegaskan dari Nu'man bin Basyir, "Ayahku pernah memberiku suatu hadiah. Lalu, Ibuku, 'Amrah binti Rawanah, berkata, 'Aku tidak rela sehingga engkau memepersaksikan hadiah itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian, ayahku mendatangi beliau dan meminta beliau menjadi saksi atas hadiah itu. Maka Rasulullah SAW. pun bersabda :
Terkait dengan menjadi saksi dengan adil, ditegaskan dari Nu'man bin Basyir, "Ayahku pernah memberiku suatu hadiah. Lalu, Ibuku, 'Amrah binti Rawanah, berkata, 'Aku tidak rela sehingga engkau memepersaksikan hadiah itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian, ayahku mendatangi beliau dan meminta beliau menjadi saksi atas hadiah itu. Maka Rasulullah SAW. pun bersabda :
“Apakah setiap anakmu engkau beri hadiah seperti itu juga?
‘Tidak’, jawabnya. Maka beliau pun bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah
Swt., dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian!’ lebih lanjut
beliau bersabda, ‘Sesungguhnya, aku tidak mau bersaksi atas suatu
ketidakadilan.’ Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberian
tersebut.”
- Q.S. at-Taubah/9:119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. at-Taubah/9:119)
Kandungan Q.S. at-Taubah/9:199
Dalam ayat ini, Allah SWT. menunjukkan seruan-Nya dan memberikan bimbingan kepada orang0orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya. Agar mereka tetap dalam ketakwaan serta mengharapkan rida-Nya, dengan cara menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukan-Nya, dan hendaklah senantiasa bersama orang-orang yang benar dan jujur. Dan jangan bergabung dengan kamu munafik.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda :
“Hendaklah kamu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan sesantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai pendusta.” (H.R. Muslim)
Kandungan Hadits
Dalam hadits panjang dari Syihab, diceritakan bahwa ketika Rasulullah
SAW. akan melakukan gazwah (penyerangan) ke Tabuk untuk menyerang
tentara Romawi dan orang-orang Kristem di Syam, salah seorang sahabat
yang bernama Ka'ab bin Malikmangkir dari pasukan perang, Ka'ab
menceritakan bahwa mangkirnya ia dari peperangan tersebut bukan karena
sakit ataupun ada suatu masalah tertentu, bahkan menurutnya, hari itu
justru ia sedang dalam komdisi prima dan lebih prima dari hari-hari
sebelumnya. Tetapi entah mengapa ia merasa enggan untuk bergabung bersama pasukan
Rasulullah saw. sampai akhirnya ia ditinggalkan oleh pasukan Rasulullah
saw.
Sekembalinya pasukan Rasulullah saw. ke Madinah, ia pun bergegas menemui Rasulullah saw. dan berkata jujur tentang apa yang ia lakukan. Akibatnya, Rasul menjadi murka, begitu pula sahabat-sahabat lainnya. Ia pun dikucilkan bahkan diperlakukan seperti bukan orang Islam, sampai-sampai Rasulullah saw. memerintahkannya untuk berpisah dengan istrinya. Setelah lima puluh hari berselang, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw. yang menjelaskan bahwa Allah Swt. telah menerima taubat Ka’ab dan dua orang lainnya. Allah Swt. benar-benar telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Anśar yang mengikutinya dalam saat-saat sulit setelah hampir-hampir saja hati sebagian mereka bermasalah. Kemudian, Allah Swt. menerima taubat mereka dan taubat tiga orang yang mangkir dari jihad sampai-sampai mereka merasa sumpek dan menderita. Sesungguhnya Allah Swt. Maha Pengasih dan Penyayang.
Ketika ia diberi kabar gembira bahwa Allah Swt. telah menerima taubatnya, dan Rasulullah saw. telah memaafkannya, Ka’ab berkata, “Demi Allah Swt. tidak ada nikmat terbesar dari Allah Swt. setelah nikmat hidayah Islam selain kejujuranku kepada Rasulullah saw. dan ketidakbohonganku kepada beliau sehingga saya tidak binasa seperti orang-orang yang berdusta, sesungguhnya Allah Swt. berkata tentang mereka yang berdusta dengan seburuk-buruk perkataan."
Sekembalinya pasukan Rasulullah saw. ke Madinah, ia pun bergegas menemui Rasulullah saw. dan berkata jujur tentang apa yang ia lakukan. Akibatnya, Rasul menjadi murka, begitu pula sahabat-sahabat lainnya. Ia pun dikucilkan bahkan diperlakukan seperti bukan orang Islam, sampai-sampai Rasulullah saw. memerintahkannya untuk berpisah dengan istrinya. Setelah lima puluh hari berselang, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw. yang menjelaskan bahwa Allah Swt. telah menerima taubat Ka’ab dan dua orang lainnya. Allah Swt. benar-benar telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Anśar yang mengikutinya dalam saat-saat sulit setelah hampir-hampir saja hati sebagian mereka bermasalah. Kemudian, Allah Swt. menerima taubat mereka dan taubat tiga orang yang mangkir dari jihad sampai-sampai mereka merasa sumpek dan menderita. Sesungguhnya Allah Swt. Maha Pengasih dan Penyayang.
Ketika ia diberi kabar gembira bahwa Allah Swt. telah menerima taubatnya, dan Rasulullah saw. telah memaafkannya, Ka’ab berkata, “Demi Allah Swt. tidak ada nikmat terbesar dari Allah Swt. setelah nikmat hidayah Islam selain kejujuranku kepada Rasulullah saw. dan ketidakbohonganku kepada beliau sehingga saya tidak binasa seperti orang-orang yang berdusta, sesungguhnya Allah Swt. berkata tentang mereka yang berdusta dengan seburuk-buruk perkataan."
- Q.S. al-Israa'/17:53
وَ قُلْ لِّـعِبَادِيْ يَـقُوْلُـوا الَّـتِيْ هِيَ اَحْسَنُ،
اِنَّ الشَّيْطنَ يَنْزَغُ بَـيْنَـهُمْ، اِنَّ الشَّيْطنَ كَانَ
لِلإِنــْسَانِ عَدُوًّا مُّبِـيْنًا. الاسراء:53
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku : “Hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan
(suka) menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. [Al-Israa’ : 53]
Kisah Inspiratif Tentang Kejujuran
Salah seorang sahabat Rasulullah SAW
yang juga sangat terkenal namanya. Ia adalah Abdulullah bin Mas’ud atau
lebih dikenal dengan nama Ibnu Mas’ud. Seorang anak miskin yang tinggal
di dekat rumah Rasulullah saat itu.
Ibnu Mas’ud adalah seorang anak kecil
berjiwa kuat dan jujur. Ia dikenal sebagai seorang penggembala kambing
yang cekatan oleh tetangga-tetangganya. Ratusan kambing ia tangani dan
tidak satu pun luput dari pengawasannya. Ia pula yang mengatur makan dan
minum gembalaannya tersebut dengan sangat telaten. Setiap hari ia
selalu merawat kambing yang bukan miliknya itu dengan penuh kasih
sayang.
Pada suatu ketika Rasulullah SAW dan Abu
Bakar r.a. lewat di sebuah padang yang luas tempat Ibnu Mas’ud
menggembala kambingnya. Mereka melihat kambing-kambing gembalaan Ibnu
Mas’ud yang gemuk dan sehat. Merasa dahaga dan lelah terbersitlah dalam
pikiran mereka berdua untuk meminum susu kambing gembalaan tersebut.
Kemudian mereka berdua menghampiri Ibnu
Mas’ud yang terlihat sibuk mengatur kambing-kambingnya. Ketika ditanya
adakah kambing yang dapat diperas susunya, Ibnu Mas’ud mengiyakan. Namun
sayangnya, Ibnu Mas’ud tidak bisa memberikan susu kambing gembalaannya
itu kepada mereka. Anak itu berkata, “Susu itu ada, tetapi sayang mereka
bukan milikku. Kambing-kambing ini hanyalah amanah dari orang lain yang
dititipkan kepadaku.”
Karena pada saat itu, Ibnu Mas’ud hanyalah seorang
penggembala yang mengurus kambing-kambing milik Uqbah bin Abi Mu’ith,
seorang musyrik yang bertetangga dengan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW pun sangat bahagia dengan
jawaban anak penggembala tersebut. Padahal, saat itu Ibnu Mas’ud belum
memeluk Islam. Beliau salut bahwa keteguhan prinsip pada dirinya dapat
mencegahnya dari perbuatan khianat atas kepercayaan yang diamanahkan
kepadanya. Ini adalah bukti kebersihan hati yang akan memudahkan
menerima kebenaran Islam. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. berusaha
menjaga prinsip mulia anak tersebut dan menunjukkan kekuasaan Allah SWT.
kepadanya agar tergerak mengikuti ajaran Islam.
Selanjutnya, Rasulullah SAW. mengambil
anak kambing betina yang belum dapat mengeluarkan susu. Kemudian
Rasulullah SAW. mengucapkan basmallah sambil mengusap puting susu kambing
tersebut. Mukjizat pun terjadi, air susu memancar dari kambing kecil
betina tersebut. Subhanallah.
Ibnu Mas’ud terperangah ketika
menyaksikan keajaiban luar biasa di depan matanya itu. Kemudian ia
memohon kepada Rasulullah SAW agar mengajarkan kepadanya beberapa ayat
Al Quran. Dengan senang hati, Rasulullah SAW. mengajarkan beberapa ayat
Al Quran kepadanya.
Betapa beruntungnya Ibnu Mas’ud. Ia bisa mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah SAW berkat
kejujurannya dalam mengemban amanah
Seperti yang kita tahu saat ini, Ibnu
Mas’ud menjadi orang yang keenam yang masuk Islam di awal permulaan
syiar Rasulullah SAW. Ia selalu belajar kepada Rasulullah SAW di Darul
Arqam tempat kaum muslimin bertemu secara diam-diam agar aman dari
kedzaliman kaum musyrikin Quraisy.
Subhanallah. Begitulah kisah keteladanan yang Ibnu Mas’ud berikan. Ia selalu jujur dalam
mengemban amanahnya. Karena sifatnya
yang jujur, akhirnya Ibnu Mas’ud menjadi sahabat yang dicintai
Rasulullah SAW. Tentu kita juga mau kan seperti Ibnu Mas’ud yang
dicintai oleh kekasih Allah? Makanya, bagi yang belum suka melakukan
kejujuran, yuk kita mulai dari sekarang. Belum terlambat kok untuk
menjadi manusia baik yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar